Kamis, 09 Januari 2014

Permulaan Politik Kolonial Liberal (1850-1870)

Politik ekonomi kaum liberal adalah kebalikan dari politik yang dijalankan oleh Willem I. Prinsip yang diantut sekarang adalah prinsip “tidak campur tangan”; berhubung dengan itu kerajaan harus menarik diri dari segala campur tangan; segala rintangan terhadap inisiatif individu dan kebebasan harus dihapuskan, dan segala bantuan pemerintahan kepada usaha swasta harus dihentikan. Semuanya ini berarti runtuhnya politik merkantilisme dan proteksionisme. Konsekuensinya, banyak undang-undang yang melindungi hak-hak istimewa perusahaan-perusahaan nasional dihapus. Tindakan-tindakan ini sebagian disebabkan karena kepatuhan ideologis golongan liberal dan sebagian juga karena tekanan-tekanan politik dari pihak Inggris. Kecenderungan umum di Eropa yang menuju ke perdagangan bebas menyebabkan Belanda menghapus peraturan-peraturan proteksi.
Gejala yang menyertai industrialisasi dan perdagangan bebas adalah berkembanganya dan bergeraknya modal. Perkembangan bank-bank yang cepat antara tahun-tahun 1850 dan 1870 menunjukkan adanya konsentrasi dan sentralisasi modal.
Sistem ekonomi liberal mempermudah bank ekspor maupun impor modal. Penanaman modal di Indonesia terutama terjadi pada industri gula, timah, dan tembakau yang mulai berkembang sejak tahun 1885. Dengan dihapuskannya Culturrstelsel secara berangsur-angsur, maka tanaman wajib pemerintahan diganti dengan perkebunan-perkebunan yang diusahakan oleh pengusaha-pengusaha swasta. Kalau disatu pihak modal Belanda diekspor maka dilain pihak modal asing, khususnya Jerman, ditanam beberapa cabang industri di Negeri Belanda. Singkatnya, liberalisasi politik perdagangan Belanda berarti pembukaan Negeri Belanda bagi perdagangan internasional. Sebagai negara kecil di antara negara-negara besar dengan industri-industrinya yang sudah maju, maka sudah selayaknya kalu Negeri Belanda mengarahkan dirinya ke konstelasi ekonomi umum. Arah liberal ini berakhir pada tahun 1880, ketika bangsa-bangsa yang besar kembali lagi ke proteksionisme.
Banyak di antara anggota-anggotanya memperluas pengetahuan mereka tentang tanah jajahan, maka sudah selayaknya kalau mereka menjadi lebih sensitif akan kekurangan-kekurangan mereka. Akibat-akibat dari perubahan opini tentang politik kolonial ini berproses sangat percepat. Dalam periode ini gerakan yang ditujukan terhadap reform menjadi makin kuat. Sesungguhnya politik kolonial golongan liberal harus sesuai dengan politik liberal negeri induk. Jadi mereka menetang proteksi dan eksploatasi pemerintahan di tanah jajahan; mereka menuntut liberalisasi ekonomi di Hindia Belanda, sebab itulah maka sistem seperti hak-hak dan tarif-tarif yang berbeda-beda dan konsignasi (consignation) harus dihapuskan. Sebagai ganti eksploatasi pemerintah akan dijalankan kekebasan berusaha; dan kerja wajib akan diganti dengan kerja bebas. Akan tetapi sekali lagi perlu diingat, bahwa baik Partai Liberal maupun Partai Konservatif menerima prinsip bahwa tanah jajahan harus membantu kesejahteraan materiel negeri induk. Dalam hubungan ini perlu diselidiki apakah ada hubungan kausal antara kepentingan ekonomi dan politik liberal, ataukah hal itu memang merupakan suatu persoalan prinsip dan yang menjadi tujuan mulai dari perjuangan golongan liberal.
Pedebatan-perdebatan di parlemen sampai abad ke-19. Dipusatkan pada pro dan kontra sistem kebebasan bekarja, dan kebebasan berkebun, semuanya sebagai pengganti Cultuurstelsel. Realisasi dari ide liberal di dalam politik kolonial terjadi kira-kira pada tahun 1870, yakni saat Partai liberal mencapai puncaknya sekaligus sebagai permulaan kemunduranya.
Referensi: 
Kartodirdjo, Satono. 1999. Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

0 komentar:

Posting Komentar