Kamis, 09 Januari 2014

Perang Aceh

  • Pada awal abad XIX hagemoni kerajaan Aceh di Sumatera bagian utara sudah menurun, tetapi Traktrat London (1824) menjamin kemerdekaan, integrasinya serta kedaulatannya. Terjadi pembajakan terhadap kapal – kapal Eropa menjadi alasan bagi pemerintah kolonial untuk melancarkan agresi ke Aceh. Satu demi satu wilayah kekuasaan Aceh di Sumatera Utara jatuh ke tangan Belanda.
  • Pada tanggal 30 Maret 1857, terjadi kontrak antara Aceh dan pemerintahan Hindia- Belanda. Kontrak tersebut berisi tentang kebebasan perdagangan dan larangan perdagangan budak serta perampokan.
  • Dibukanya Terusan Suez menjadikan Aceh semakin strategis dalam perdagangan internasional, namun pada masa – masa seperti itu Belanda sangat khawatir, karena memasuki periode imperialisme dan kapitalisme yang tinggi, sehingga negara – negara besar Barat berlomba – lomba mencari daerah jajahan baru. Belanda semakin khawatir ketika Aceh mengadakan hubungan dengan Inggris, Turki dan Amerika.
  • Berdasarkan traktrat Sumatera pada 2 November 1871, pihak belanda diberi kebebasan memperluas daerah kekuasaannya di Aceh dan Inggris mendapatkan kebebasan berdagang di daerah Siak.
  • Setelah ultimatum tidak ditanggapi, permakluman perang terhadap Aceh dinyatakan pada tanggal 26 Maret 1873, dimulai dari dari perebutan hagemoni dilautan dan pertentangan diplomasi perang berlangsung setengah abad lebih wilayahnya mencakup Aceh termasuk Tanah Gayo dan Alas, perang tersebut juga dimaksud dengan Perang Rakyat karena melibatkan seluruh rakyat Aceh yang secara aktif membantu operasi perang.
  • Terjadinya perbedaan subkutur antara ulebalang dan ulama, kepemimpinan dari ulebalang dan ulama merupakan faktor memudahkan mobilisasi dan memperkuat strategi serta loyalitas.
  • Pada November 1873, dikirim ekspedisi kedua dibawah van sweieten , namun usaha pendekatan untuk mengadakan perundingan tidak ditanggapi oeh pihak Aceh, Belanda memakai strategi menunggu dan menjalankan sistem pasifikasi.
Tokoh Perlawanan
  • Panglima Polim
  • Teuku Citro Ditro
  • Cut Nyadien
  • Teuku Ibrahim
  • Teuku Umar
  • Teuku Imam Leungbata
Proses Perlawanan
  • Perang Aceh memakan waktu 31 tahun karena didukung secara fanatik oleh seluruh rakyat Aceh. Perang bukan hanya dihayati sebagai membela kerajaan, tetapi juga membela agama.
  • Faktor pemersatu yang memegang kunci serta berfungsi sebagai symbol perjuangan Sultan Aceh, namun Sultan Aceh meninggal karena menderita penyakit kolera, tetapi para pengikutnya mengungsi ke pedalaman jauh dari pangkalan Belanda. Gerakan perlawanan tetap berpusat pada keluarga sultan. Meskipun sejak meninggalnya sultan Aceh pada tahun 1874, belum diangkat penggantinya dan keraton telah diudui belanda , putra mahkota Muhamad Daud tetap berperan sebagai pusat dan pimpinan perang perlawanan dan pada awal tahun 1884 dinobatkan sebagai sultan Aceh.
  • Pada tanggal 14 April 1873, pusat pertahanan Aceh di Masjid Raya Baiturahman dapat direbut oleh Belanda. Pasukan Aceh mundur dan memindahkan pusat kekuasaan ke istana sultan Aceh di Kutaraja. Lima hari kemudian, pasukan Aceh menahan serangan pasukan Belanda ke Kutaraja, bahkan belanda dapat dipukul mundur sehingga Masjid Baiturahman dapat dikuasai kembali.
  • Pada tahun 1877, strategi Benteng - stelsel tidak berhasil memukul Aceh. Kemudian, Belanda beralih pada strategi Concentratie-stelsel. Namun strategi ini juga gagal.
  • Terjadi ekspedisi besar di Aceh dipimpin oleh van der Heyden dibantu oleh van Heutz, ofensif yang dilakukannya memaksa para pemimpin Aceh menyelamatkan diri ke pidie antara lain : Sultan panglima polim, Teuku umar dan lainnya. Strategi ofensif itu diteruskan waktu van Heuzt diangkat sebagai gubernur Aceh.
  • Atas anjuran seorang pakar agama Islam dan masyarakat Aceh, Dr. Snouck Hugronje , Belanda berupaya memecah belah kalangan ulama dan uleebang ( bangsawan ). Caranya, pemeritahan colonial menjanjikan jabatan pamong praja kepada keluarga uleebang. Atas sarannya juga, gubernur militer Aceh, Jendral Van Heuzt membentuk korps Marechausse yakni pasukan beranggota prajurit Indonesia dan perwira Belanda yang mahir berbahasa Aceh.
  • Sejak tahun 1898, kedudukan Aceh semakin terdesak. Berturrut – turut Teuku umar gugur dalam pertempuran di Meulaboh, sultan Aceh dapat ditawan, panglima polim menyerah dan Cut Nyak Dien tertangkap. Penangkapan wanita itu menandai berakhirnya Perang Aceh.
Referensi:
Kartodirdjo,sartono.1988. “Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900”. Jakarta : Gramedia
Matroji.2006.”SEJARAH”,Jakarta : Erlangga

0 komentar:

Posting Komentar